Oleh: Muhajir
Kurikulum 2013 masih menjadi polemik.
kritik mengenai kelayakan kurikulum 2013 terus dilakukan baik dikalangan
akademisi, intelektual maupun masyarakat. Hal ini menegaskan bahwa kurikulum 2013
memiliki segelintir masalah yang cukup mengkhawatirkan. Beberapa masalah yang
masih dipersoalkan diantaranya masalah pengurangan dan peleburan mata pelajaran
serta penambahan jam pelajaran.
Dalam pengurangan dan peleburan mata
pelajaran, IPA dan IPS dihapus dan dilebur ke dalam bahasa Indonesia,
matematika dan mata pelajaran lainnya. Namun pertanyaannya kemudian, apa
landasan keilmuan dalam melakukan peleburan tersebut? Apakah telah dilakukan
studi ilmiah sebelumnya? Sampai saat ini tak jelas mengapa IPA dan IPS dihapus
dan dilebur kedalam mata pelajaran lain. Karena ketidak jelasan itu maka wajar
saja ketika banyak yang mempertanyakannya. Penambahan jam belajarpun sebenarnya
cukup bermasalah. Karena apabila jam pelajaran ditambah, maka akan semakin
membebani murid. Belum lagi PR yang mesti diselesaikan oleh murid dirumah. Jadi
antara belajar disekolah dengan waktu yang panjang ditambah dengan PR yang
harus diselesaikan murid semakin mempersempit waktu senggang mereka untuk
bermain dan beristirahat.
Disamping permasalahan tersebut, menurut
sebagian pengkritik, kurikulum 2013 dalam pembuatannya terlalu tergesah-gesah,
hingga menghasilkan struktur kurikulum yang belum memadai untuk
diimplementasikan. Belum lagi issu mengenai pembuatan kurikulum 2013 yang
terlalu politis menurut para pengkritiknya. Sebab setiap pergantian menteri
selalu dirangkaikan dengan pergantian kurikulum. Hal ini jelas mengundang
pertanyaan dan kecurigaan masyarakat. Maka wajar saja jika ada anggapan
dimasyarakat “ganti menteri ganti kurikulum”.
Kritik diabaikan
kritik yang terlontar dari berbagai elemen masyarakat seharusnya
ditanggapi secara positif oleh Mendikbud dan dijadikan bahan refleksi untuk
merevisi kurikulum 2013 agar mencapai standar kurikulum yang sempurna. Namun
kelihatannya pihak Mendikbud tak begitu progresif dalam merespon berbagai
kritik. Muhammad Nuh selaku kepala Mendikbud bahkan enggan untuk mendengar penolakan
terhadap kurikulum 2013, sebab menurut pengakuannya, mereka yang menolak tidak
punya sekolahan dan bukan pengelolah sekolahan (Kompas.com/03/04/2013). Bila ditinjau secara kritis, Pernyataan Muhammad
Nuh seakan problematik. Dari pernyataannya itu dia justru terlihat membatasi
siapa yang berhak untuk berkomentar dan siapa yang tak mesti untuk berkomentar.
Padahal masalah kurikulum 2013 adalah masalah bersama sebab hal ini berkaitan
dengan masa depan pendidikan kita.
Muhammad Nuh juga menghimbau pada
masyarakat bahwa Bukan waktunya lagi memperdebatkan kurikulum 2013 halal atau
haram dan benar atau salah (Kompas.com/28/03/2013).
pernyataannya tersebut juga problematik. Pasalnya apakah kurikulum 2013 sudah sangat
sempurna? Apakah telah memenuhi standar kelayakan? Apakah sudah dapat menjadi
solusi untuk memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia?
Mendikbud mestinya harus belajar dari
pengalaman. Dalam waktu
10 tahun terakhir saja sudah ada tiga kurikulum: kurikulum berbasis kompetensi,
kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan untuk tahun ini diberlakukan kurikulum
2013. Namun dalam perjalanan pergantian kurikulum, sistem pendidikan di
Indonesia tak mengalami perbaikan yang signifikan. Kurikulum diganti tetap saja
ada UN, sistem pembelajaran disekolah masih kolot, terlebih lagi guru tak
mengalami perbaikan dari segi kualitas. Maka wajar saja kritik dilontarkan.
Karena dikhawatirkan kurikulum 2013 belum mampu memperbaiki mutu pendidikan
kita.
Kualitas diabaikan
Kritik yang selama ini hadir untuk
menggugat kurikulum 2013 sepertinya tak akan menghentikan langkah Mendikbud
untuk segera mengimplementasikan kurikulum 2013 pada juli nanti. Seakan-akan kurikulum
2013 menjadi solusi carut marutnya pendidikan kita. Namun harus disadari bahwa Sukses
dan tidaknya implementasi kurikulum 2013 dilapangan, tergantung kualitas guru. karena
kurikulum 2013 tidak akan berguna ketika guru tak memiliki kualitas yang mumpuni
dalam mengimplementasikannya.
Namun Fakta yang terlihat saat ini, Mendikbud
belum melakukan tindakan yang progresif untuk meningkatkan mutu dan kualitas
guru agar mereka dapat mengaplikasikan tuntutan kurikulum 2013. Selama ini
mendikbud hanya hanya sibuk mengutak-aktik mata pelajaran dan beban belajar
peserta didik didalam kurikulum 2013, Sedangkan kualitas guru seakan tak
menjadi perhatian yang serius. Padahal kualitas guru juga menjadi permasalahan
serius dalam pendidikan kita.
Berkaitan dengan peningkatan kualitas guru, Mendikbud mungkin
akan berdalih bahwa pihaknya tetap melakukan pelatihan guru guna mempersiapkan
bekal bagi mereka dalam mengimplementasikan kurikulum 2013. Pelatihan guru
memang sudah direncanakan oleh Mendikbud. Bila melihat manuskrip kurikulum
2013, pelatihan untuk guru dilaksanakan mulai 2013 sampai 2015. Namun bila pada
saat pelatihan, guru hanya sekedar diberi pemahaman tentang kurikulum 2013
beserta panduan implementasinya saja, maka hal ini mesti dikoreksi. Sebab,
masalah prinsipil guru saat ini ialah keterampilan mengajar dan perilaku
mereka.
Dalam hal mengajar, kebanyakan guru tak cekatan dan
kreatif baik dalam penguasaan pengetahuan maupun metode pembelajaran. Maka tak
heran ketika guru cenderung konservatif dan jumud dalam mengajar. Metode
pembelajarannya hanya ceramah dan diskusi melulu. Jadi sesempurna apapun
kurikulum 2013 ketika guru sebagai subjek yang mengimplementasikan tak terampil
dalam mengajar maka sulit untuk mengembangkan domain kognitif dan psikomotorik
murid.
Begitupun dalam hal perilaku, kebanyakan
guru masih saja melakukan tindakan represif terhadap murid-muridnya. Kadang
dalam mengatur murid-murid yang bawel dan liar selalu menggunakan kekerasan.
Artinya, mana mungkin guru dapat mengaktualisasikan domain afektif murid bila
gurunya saja tidak tuntas dalam perilaku? Guru bukan hanya pendidik yang hanya
melakukan internalisasi pengetahuan dan skill pada murid, lebih dari itu, guru
adalah teladan yang seharusnya memberi contoh yang baik pada murid.
Perihal seperti ini mestinya menjadi
bahan pendiskusian oleh Mendikbud dan jajarannya. Sebab, Bila guru tak
secepatnya dituntaskan dari segi kualitas mengajar dan prilakunya, maka bisa
jadi penerapan kurikulum 2013 berpotensi gagal seperti kurikulum – kurikulum
yang lalu. Otomatis yang paling dirugikan adalah murid.
Kita juga patut bertanya, mengapa peningkatan kualitas
guru baru dilakukan pada saat kurikulum 2013 mulai diterapkan? Hal ini juga
mengindikasikan bahwa Mendikbud melakukan peningkatan kualitas guru hanya pada momentum tertentu saja. Padahal
bila Mendikbud betul-betul serius dalam memajukan mutu pendidikan kita, maka
sedari awal kualitas guru sudah harus ditata dan dikembangkan. Dan peningkatan
kualitas guru bukanlah kegiatan yang bergantung pada momentum tertentu, tapi
kegiatan yang seharusnya dilakukan secara teus menerus.
Mendikbud harusnya berpikir bijak. Kalau toh kurikulum
2013 ingin di implementasikan, ada baiknya Mendikbud melakukan peningkatan
kualitas guru terlebih dahulu sampai betul-betul teruji kualitasnya. Karena
buat apa menerapkan kurikulum tetika guru masih belum siap dari segi kualitas?
Jangan hanya menganggap guru sebatas pesuruh yang mengikuti petunjuk demi
terlaksananya kurikulum 2013, lebih dari itu, guru adalah sosok dengan
keterampilan mengajar bertanggung jawab merekayasa nalar dan kepribadian murid.[]
*pernah terbit di tribun timur
*pernah terbit di tribun timur
0 komentar:
Posting Komentar